TEORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Dalam meningkatkan kemampuan siswa guru mempunyai banyak strategi,
metode dan implementasi pembelajaran yang dilakukan untuk Teori-teori belajar
banyak diterapkan dalam pembelajaran untuk memberikan landasan kepada guru
menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan keadaan yang ada. Teori belajar
yang beragam tentu saja menjadikan
guru perlu cermat dalam memilih teori pembelajaran yanga tepat dalam
mengembangkan metode, strategi dan materi pembelajaran. Kesalahan dalam
pemilihan penerapan teori pembelajaran menjadikan hasil yang diperoleh siswa
dalam menyerap pembelajaran menjadi tidak maksimal.
Belajar
adalah perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang
berasal dari pengalaman dan tidak bisa
dinisbahkan ke temporary body state (keadaan tubuh temporer) seperti keadaan
yang disebabkan oleh sakit, keletihan
atau obat-obatan. (BR Hergenhahn , 2008).
Teori adalah serangkaian bagian
atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan
sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah. Behavior merupakan perubahan perilaku yang diakibatkan oleh
pengalaman..
Teori belajar yang dapat diterapkan oleh
guru dalam pembelajaran salah satunya adalah teori behavior. Teori behavior
ternyata sampai saat ini masih diterapkan dalam pembelajaran modern, walaupun
merupakan teori pembelajaran yang sudah lama ditemukan.
Pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial tidak terlepas dari penerapan pembelajaran yang
berbasis behavior. Materi-materi pembelajaran disusun secara hirarki untuk
dapat diberikan siswa secara bertahap dan terus-menerus. Karakteristik
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang lebih dominan dalam penguasaan materi,
menjadikan teori behavior mempengaruhi pengaruh untuk diterapkan dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Pemikiran tentang perlunya dipelajari tentang teori behavior dalam
pembelajaran mendasari penulisan makalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian teori
belajar behavior itu ?
2. Bagaimana cirri-ciri teori
belajar behavior ?
3. Apa kelebihan dan
kekurangan teori belajar behavior ?
4. Bagaimana pendapat para
tokoh/ahli teori belajar behavior ?
5. Bagaimana implikasi teori
belajar behavior dalam pembelajaran IPS ?
1.3 Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk :
1.
Mengetahui
implikasi teori behaviorisme
2.
Menegetahui penerapan dalam teori behaviorisme
3.
Mengetahui tujuan pembelajaran teori behaviorisme
4.
Mengetahui teori – teori yang mendukung teori Behaviorisme
5. Memngetahhui sejauh mana implikasi teori
belajar behavior dalam
pembelajaran IPS.
1.3
Manfaat
Adapaun
manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu kita dapat mengetahui implikasi
pembelajaran dari teori behaviorisme, mengetahui penerapan dalam teori
behaviorisme, dan untuk mempermudah kita dalam mengetahui pembelajaran serta
teori – teori yang mendukung teori behaviorisme tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Behaviorisme
Teori belajar Behavioristik adalah
teori belajar yang lebih mementingkan pengaruh lingkungan dalam proses
belajarnya. Selain itu teori belajar behavioristik juga lebih mengutamakan
peranan reaksi. Hasil belajar teori behavioristik terbentuk secara sistematis
dan dipengaruhi oleh pengalaman masalalu. Teori belajar Behavioristik
lebih mementingkan pembentukan kebiasaan dan dalam memecahkan suatu masalah,
teori ini menggunakan metode trial dan error.
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak
saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih
dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil
belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek,
rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar
yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep
”manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Ciri dari
teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural
dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah
hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan
teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran sepertiTeaching
Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran
lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan
faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran
yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan
situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar
hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan
pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu
pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat
kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon
yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar,
proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip
dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4)
Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Prinsip-prinsip
teori behaviorisme
v obyek psikologi adalah tingkah laku
v semua bentuk tingkah laku di kembalikan
pada reflek
v mementingkan pembentukan kebiasaan
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
2.2 Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik
Untuk mempermudah
mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni :
1.
mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2.
mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
3.
mementingkan peranan reaksi (respon)
4.
mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5.
mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6.
mementingkan pembentukan kebiasaan.
7. ciri khusus
dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial
and
error.
2.3 Kekurangan dan kelebihan teori belajar behavior
a.
Kekurangan/ kelemahan Teori belajar
Behavior
1) Teori behavioristik banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.
2) Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon.
3) Pelajar/siswa
dianggap obyek yang pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan pengutan dari
pendidik.
4) Dalam proses
evaluasi belajar hanya dapat mengevaluasi pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingg hal-hal yang bersifat tidak diamati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
5) Proses pembelajaran kurang memberikan ruang
gerak bagi siswa untuk berkresi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemempuannya sendiri.
b. Kelebihan Teori Belajar
Behavior
1) Tepat untuk
proses pembelajaran psychomotor/ motorik
2) Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur seperti
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan.
Contoh
:
Percakapan bahasa
asing,mengetik,menari,berenang,olahraga. Cocok diterapkakan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa,
suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.
Dapat dikendalikan
melalui cara mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya
Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian
halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari
teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan
belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar.
2.4 Pendapat Para Tokoh/Ahli tentang teori Belajar Behavior
Tentang
Belajar
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini lalu berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktik
pendidikan dan
pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik.
2.4.2.
Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat
pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah
laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati,
atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut
pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum
belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum
kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal
tertentu dapat memperkuat respon.
2.4.3. Teori Belajar Menurut Watson
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan
dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat
diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
2.4.4. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga
menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh
sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku
juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis
(Bell, Gredler, 1991).
2.4.5.Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar
Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti
oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama
dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara
tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam
mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh
anak (Bell, Gredler, 1991).
2.4.6.
Tori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu
dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian
seterusnya.
2.4.7.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Teori
pelaziman klasik adalah
memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli
tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah
pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons
terkondisikan.
Pavlo
mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing
di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh
situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap
bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank.
Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak
sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan
reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan
dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara
otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
Peranan
Guru dan Siswa dalam Teori Behaviorisme
Pendapat
aliran behavioristik pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Agar terjadi
hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan
setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau rei
nforcement(penguatan).
2.5. Implikasi Teori Belajar Behaviorisme
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat
diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang
pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode
pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi
bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan
manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem
pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek
pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai
fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis
skularistik.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif,
ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
Implementasi teori belajar behavior pada
pembelajaran IPS sangat kompleks peranan guru pada pembelajarn IPS untuk
memberikan pemahaman, ketrampilan pada peserta didik untuk dapat membaca
stimulus baik yang berupa gejala alam, gejala social maupun gejala politik
sehingga siswa mampu memberikan respon yang positif dari stimulus-stimulus yang
terjadi dilingkungannya sebagai hasil belajar.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori behviorisme dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain
yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip
dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4)
Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
3.2
Saran
Teori belajar behavior dengan konsep
stimulus dan respon, reinforcement dan punishment sangat berpengaruh dalam
pembelajaran. Pemberian reinforcement /penguatan yang tepat akan menguatkan
respon positif. Sebaliknya pemberian puniscement/hukuman akan melemahkan
respons positif karenanya, disarankan kepada guru untuk tidak pelit member
reinforcement/penguatan pada moment-moment stau situasi yang tepat, sehingga
respon positif pada peserta didik semakin kuat.
Disarankan
kepada guru, penerapan teori behavior dalam pembelajaran tidak hanya
mengembangkan aspek psikomotor saja tetapi juga harus memperhatikan aspek
kognitif dan afektifnya
DAFTAR PUSTAKA
Supratiknya,
A. 1993. Psikologi Kepribadian 3 Teori-teori Sifat dan Behavioristik.
Yogyakarta: Kanisius
Margaret E. Bell Gredler. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT. Raja
Grasindo Persada.Jakarta.
Syamsu, Juntika. 2008.
Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Alwisol. 2005.
Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM
Press
Alwisol. 2004.
Psikologi Kepribadian. Malang: U MM Press
MAKALAH
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
MAKALAH INI DDISUSUN UNTUK
MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH TEORI
PEMBELAJARAN IPS TERPADU
DOSEN PENGAMPU DR. SALAMAH, M.Pd
Disusun Oleh :
1. Na m a : Abu Ngamar
NIM : 12155140079
2. Na m a : Mat Abrori
NIM :
3. Na m a : Syafdudin
NIM :
4. Na m a : Dwi Atmoko
NIM :
2012